June 18, 2024, 5:26 a.m.
Pada tahun 2021, pemerintah Indonesia melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengumumkan rencana untuk menghapus kelas BPJS Kesehatan dan menggantinya dengan sistem baru yang disebut Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Akhirnya pada tahun 2024, pemerintah menghapus kelas BPJS dan meresmikan sistem KRIS untuk diterapkan secara bertahap. Penghapusan ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, yang berisi himbauan fasilitas perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan kelas rawat inap standar dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling lambat 30 Juni 2025.
Penghapusan kelas BPJS Kesehatan diganti menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) merupakan langkah pemerintah untuk menciptakan pemerataan dan kesetaraan dalam pelayanan kesehatan. Pemerataan yang dimaksud, untuk menciptakan penyebaran hak, sehingga tidak ada lagi perbedaan kualitas layanan yang diterima oleh setiap peserta BPJS. Sementara kesetaraan yang dimaksud, untuk menciptakan standar layanan yang sama bagi semua peserta BPJS, sehingga setiap individu layak mendapatkan fasilitas tanpa membedakan kelas ekonomi.
Meskipun tujuan utamanya adalah pemerataan akses dan peningkatan kualitas layanan, pemerintah banyak mendapat kritik atas implementasi kebijakan KRIS. Kritik masyarakat terhadap penghapusan kelas BPJS dan peresmian KRIS mencerminkan kekhawatiran yang mendalam tentang kualitas layanan kesehatan, ketersediaan fasilitas, dan dampak jangka panjang dari kebijakan KRIS.
1. Ketidakpuasan dan Penurunan Kualitas Layanan
Program BPJS yang selama ini dijalankan pemerintah sudah berdampak luas manfaatnya dirasakan masyarakat. Zona nyaman yang selama ini sudah mengakar di masyarakat, akhirnya menimbulkan ekspektasi besar bagi program KRIS. Banyak masyarakat khawatir bahwa penghapusan kelas BPJS akan menurunkan kualitas layanan kesehatan yang mereka terima, dan penghapusan kelas ini bisa membuat layanan menjadi seragam tanpa memperhatikan kebutuhan khusus pasien.
2. Ketersediaan dan Distribusi Fasilitas Kesehatan
Program KRIS yang menjunjung kesetaraan menimbulkan kekhawatiran bahwa rumah sakit akan mengalami kepadatan pasien di satu kelas standar, yang akan berdampak pada ketersediaan tempat tidur dan peningkatan waktu tunggu.
Kekhawatiran akan distribusi fasilitas yang tidak merata juga menjadi topik yang banyak dikritik masyarakat. Di beberapa daerah terutama di luar Jawa, fasilitas kesehatan mungkin tidak cukup memadai untuk mendukung satu kelas standar yang seragam, sehingga berpotensi menurunkan kualitas perawatan.
3. Kurangnya Sosialisasi dan Pemahaman Masyarakat
Sebelum peresmiannya, banyak masyarakat merasa kebijakan KRIS dilakukan tanpa sosialisasi yang memadai, sehingga saat program ini disahkan secara resmi pada Mei 2024, masyarakat tidak sepenuhnya memahami tujuan besar dari perubahan ini, hingga menimbulkan banyak kekeliruan tafsiran yang muncul tentang bagaimana dampak program KRIS terhadap masyarakat. Perubahan mendadak ini akhirnya membuat kebingungan masyarakat, terutama bagi peserta yang sudah terbiasa dengan sistem kelas sebelumnya.
4. Kendala Finansial dan Efisiensi Biaya
Program KRIS juga mendapat kritik dari sisi efisiensi biaya. Masyarakat menyatakan bahwa perubahan program tidak serta-merta akan meningkatkan efisiensi biaya pelayanan kesehatan. Bahkan, bisa jadi akan meningkatkan beban biaya operasional bagi rumah sakit ketika implementasinya tidak dikelola dengan baik. Masyarakat juga menilai, program KRIS berpotensi menambah beban bagi rumah sakit swasta. Karena jika sebelumnya rumah sakit swasta terbiasa melayani dengan standar kelas yang berbeda, ketika muncul kebijakan baru rumah sakit swasta akan merasa kesulitan menyesuaikan diri dalam melayani pasien.
5. Aspek Keberlanjutan dan Kualitas Pelayanan
Regulasi KRIS yang tertuang dalam peraturan pemerintah no 47 tahun 2021 menunjukan pemerintah wajib mengalokasikan 60% tempat tidur untuk pemerataan fasilitas, dimana kondisi ruang rawat BPJS biasanya melayani 6-8 tempat tidur, kini hanya memperbolehkan hunian 4 pasien dalam 1 ruangan.
Tujuan KRIS yang digaungkan pemerintah untuk mewujudkan layanan yang merata, menimbulkan kekhawatiran, apakah program ini membuat kualitas layanan rumah sakit menjadi turun atau justru meningkatkan standar kualitas yang sdah ada.
Kritik masyarakat terhadap penghapusan program kelas BPJS mencerminkan kekhawatiran akan kualitas layanan kesehatan, ketersediaan fasilitas, dan dampak jangka panjang dari kebijakan KRIS. digantikan dengan peresmian KRIS, Untuk mengatasi kritik ini, diperlukan sosialisasi yang lebih baik, peningkatan infrastruktur kesehatan, dan evaluasi berkelanjutan untuk memastikan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini—peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan—dapat tercapai tanpa mengorbankan kebutuhan spesifik dan kualitas pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat.